Pada struktur rangka batang seperti rangka batang kuda-kuda, rangka kanopi, rangka jembatan dan sebagainya, perencanaan sambungan pada titik buhul atau titik kumpul menjadi hal yang harus diperhatikan.
Titik kumpul merupakan titik pertemuan antara batang-batang struktur rangka. Pada tumpuan, titik kumpul juga berfungsi sebagai penerus beban-beban dari struktur rangkan ke tumpuan. Pertemuan antar batang-batang ini, disamping dapat diwujudkan dalam bentuk pertemuan langsung antar batang dengan menggunakan alat penyambung atau alat pengencang, dapat juga melalui transisi pelat penyambung atau pelat buhul dengan tetap menggunakan alat penyambung.
Alat penyambung yang digunakan tergantung pada jenis dan material struktur rangka batang yang digunakan. Struktur rangka batang dari baja umumnya digunakan alat penyambung berupa paku keling, baut, las dan klem. Sedangkan pada batang kayu dan bambu digunakan alat penyambung paku, baut, tali, pasak, dan klem. Pemakaian alat penyambung tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi dari struktur rangka yang akan dibanun. Masing-masing alat penyambung mempunya spesifikasi dan kelebihan serta kekurangan masing-masing. Yang terpenting adalah pada saat memilih dan melakukan perhitungan perencanaan harus benar-benar disesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
Pada struktur rangka batang berbahan kayu, dari sisi efisiensi sambungan, penggunaan alat sambung pasak ternyata mempunya nilai efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan paku dan baut. Pasak 60%, paku 50% dan baut 30%. Bahkan beberapa mebel-mebel juga banyak menggunakan alat sambung berupa pasak ini.
Pasak sudah lama dikenal alat sambung pada konstruksi kayu. Alat sambung pasak berupa kayu atau bambu yang dibentuk sesuai dengan ukuran lubang pada ujung-ujung batang kayu yang akan disambung. Lubang pada kayu biasanya berupa tampang persegi atau lingkaran. Umumnya berbentuk lingkaran, karena kemudahan dalam pembuatan lubang dengan menggunakan bor (tangan atau mesin). Kekuatan pasak sangat bergantung pada kekuatan bahan pasaknya dalam menahan gaya geser dan lentur akibat gaya-gaya yang berkerja pada masing-maing batang yang disambung.
Umumnya pasak terbuat dari kayu yang ulet atau bambu yang mempunyai ketahanan geser dan lentur yang cukup tinggi. Disamping itu karena kesesuaian karakteristik bahan dengan material kayu yang disambung menyebabkan sambungan akan lebih optimal apabila terjadi perubahan suhu dan kelembaban. Bahkan pada saat kelembaban meningkat, sifat fisik dan mekanik pasak juga ikut meningkat. Penggunaan pasak berbahan kayu mempunyai manfaat yaitu konsumsi energi yang rendah dan aman terhadap kondensasi dibanding berbahan logam
Karena ketersediaan kayu ulet dan keras mulai terbatas, maka saat ini mulai dikembangkan pabrikasi pembuatan pasak-pasak praktis dari bahan bambu. Pabrikasi pasak bambu ini dibuat dengan membuat pasak bambu laminasi yakni pembuatan pasak tidak langsung dari batang bambu yang dibentuk bulat/persegi, melainkan batang bambu yang sudah dibuat vinir (lembaran tipis tebal kurang lebih 3 mm). Bambu yang digunakan umumnya bambu betung dan sembilang. Vinir-vinir tersebut kemudian dilekatkan dengan ketebalan sesuai diameter/tebal pasak yang akan dibuat. Pelekatan menggunakan perekat jenis polyurethane (PU) dengan berat labur 280 g/m2 menggunakan kempa dingin.
Setelah pengeringan selama 24 jam, lapisan vinir tersebut disusun dengan sejajar arah serat dengan susunan zigzag seperti pada pemasangan batu bata sebanyak 4 lapis untuk pasak 10 mm dan 6 lapis untuk pasak 15 mm. Setelah masa pengeringan ± 1 minggu, papan laminasi dipotong-potong sejajar serat dengan lebar ± 15 – 18 mm yang selanjutnya dilakukan pembubutan sesuai diameter yang diinginkan.
Hasil pengujian yang telah dilakukan, untuk pasak bambu diameter 10 mm diperoleh kuat geser sebesar 307,048 kg/cm2 dan kuat lentur sebesar 117,67 kg/cm2. Sehingga layak untuk dijadikan sebagai pasak pada sambungan konstruksi kayu/bambu.)***
Oleh : Dr. Achmad Basuki, ST. MT.
Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Minggu 03 Pebruari 2013