Salah satu isu global yang saat ini sedang menjadi banyak perbincangan adalah permasalahan global warming dan kerusakan lingkungan. Pada kenyataannya, suatu bangunan, sejak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasiannya juga telah memberikan andil dalam permasalahan di atas. Berdasarkan data World Green Building Council, di seluruh dunia, bangunan menyumbangkan 33% emisi CO2, mengonsumsi 17% air bersih, 25% produk kayu, 30-40% penggunaan energi dan 40-50% penggunaan bahan mentah untuk pembangunan dan pengoperasiannya.
Oleh karenanya konsep green building (bangunan hijau) yang sekarang mulai diterapkan pada setiap perencanaan sampai operasional dan perawatan bangunan diharapkan dapat menjadi solusi untuk untuk mengurangi dampak global warming dan kerusakan lingkungan.
Konsep bangunan hijau sebenarnya dapat disepadankan dengan konsep bangunan yang mempunyai performa yang tinggi tapi juga memperhatikan faktor-faktor dan kondisi lingkungan serta berkelanjutan (sustainable). Hal ini menunjukkan bahwa bangunan hijau harus menerapkan prinsip-prinsip desain berkelanjutan (sustainable design) dalam konteks rancangan meliputi penghematan sumber daya alam (economy resources), perancangan selama daur hidup (life cycle design), dan rancangan yang manusiawi (human design).
Sebagai bangunan berkelanjutan, menurut Kim (2000) suatu green building dari perencanaan sampai ke operasional dan pemeliharaannya juga harus fokus pada penghematan lahan, material, energi, air, kualitas udara dan manajemen pengelolaan limbah.
Penggunaan lahan yang tepat guna dan efisien, tidak menggunakan seluruh lahan yang ada untuk bangunan melainkan menyediakan 30% dari total lahan untuk daerah resapan.
Material diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Material dipakai menggunakan green specification yang termasuk ke dalam daftar life cycle analysis seperti energi yang dihasilkan, daya tahan material, minimalisasi limbah, penggunaan kayu bersertifikat, dan kemampuan untuk dapat didaur ulang.
Perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk mengurangi penggunaan AC dengan cara mengoptimalkan cahaya matahari sebagai penerangan di siang hari. Green building juga menggunakan tenaga surya dan turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif.
Green Building mengurangi penggunaan air dengan menggunakan STP (Sewerage Treatment Plant) untuk mendaur ulang air dari limbah rumah tangga sehingga bisa digunakan kembali untuk toilet, penyiraman tanaman dan lainnya. Green building juga menggunakan peralatan penghemat air seperti shower bertekanan rendah, kran otomatis (self-closing atau spay tubs), dan tanki toilet yang low-flush toilet yang intinya dapat mengatur penggunaan air dalam bangunan sehemat mungkin.
Berkaitan dengan kualitas udara, Green building harus menggunakan material dan produk-produk non-toxic yang akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Green building menggunakan material yang bebas emisi dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung dengan menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas.
Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan limbah dan manajemen lingkungan, maka green building juga meliputi aspek manajemen lingkungan dan pengolahan limbah secara lokal. Beberapa kriteria desainnya antara lain penggunaan material kayu yang bersertifikat untuk mendukung manajemen pemeliharaan hutan, penggunaan material yang didesain untuk dapat dibongkar dan dirakit ulang dan didaur/digunakan ulang pada fungsi terakhirnya, penggunaan material dari sumberdaya terbarukan serta manajemen limbah, baik padat maupun cair yang ramah lingkungan.
Dalam Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 8 tahun 2010, menyebutkan bahwa bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria: a. menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan; b. terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung; c. terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi; d. menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung; e. terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung; f. terdapat fasilitas pemilahan sampah; g. memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan; h. terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan; dan i. terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.***
Oleh : Dr. Achmad Basuki, ST. MT.
Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Minggu 5 Agustus 2012